Pengertian, Hukum, Syarat dan Rukun Jual Beli
Pengertian, Hukum, Syarat dan Rukun Jual Beli |
Fikih - Praktik jual beli sudah dilakukan sejak manusia ada hanya saja caranya yang berbeda-beda. Jaman dahulu Praktik jual beli dengan tukar-menukar barang/barter, kemudian jual beli berkembang dengan menggunakan alat tukar berupa uang. Dalam perkembanganya terdapat transaksi jual beli yang tidak menggunakan uang secara nyata tetapi menggunakan berbagai alat sebagai pengganti uang, seperti kartu kredit, ATM dll.
1. Pengertian Jual Beli (Bai’)
Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatau dengan sesuatu. Jual beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua macam, Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil, dll. Kedua harta yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik dll.
2. Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli adalah sebagai berikut
a. Dasar al-Qur’an
Hukum jual beli pada dasarnya adalah halal atau boleh, berdasarkan :Q.S. al-Baqarah ayat : 275
b. Al Hadits :
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad Saw. . Ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur’.”(HR. Bazzar, hakim menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)
Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka hukum dari jual beli adalah halal atau boleh
3. Syarat dan Rukun Jual Beli a. Syarat jual beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual beli
1). Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (akid) adalah a) Baligh
b) Berakal
c) Ruṣdu (memiliki kemampuan untuk bisa melaksanakan urusan agama dan mengelola keuangan dengan baik)
d) Suka sama suka, yakni atas kehendak sendiri, tanpa ada paksaan dari orang lain : Rasulullah Saw. bersabda:
“Nabi Muhammad Saw. bersabda sesungguhnya jual beli itu sah, apabila dilakukan atas dasar suka sama suka” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majjah)
2). Syarat Barang yang diperjualbelikan atau Objek jual beli (Ma’qud alaih)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dalam kekuasaaan penjual dan pembeli d) Dapat diserah terimakan
e) Barangnya, kadar dan sifat harus diketahui oleh penjual dan pembeli
3). Syarat ucapan serah terima (ijab dan kabul)
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain sebagainya.
Ijab adalah ucapan penjual kepada pembeli sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan dari pembeli. Praktik ijab kabul pada saat ini dapat juga dilakukan dengan bentuk tulisan, seperti menggunakan kuitansi, faktur dan lain sebagainya.
4). Syarat alat transaksi jual beli
Alat transaksi jual beli haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum penggunannya.
b. Rukun jual beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan transaksi jual beli
Rukun jual beli ada 3
1). Aqid (pihak yang bertransaksi)
2). Ma’qud alaih mencakup barang yang dijual dan harganya
3). Sighat ijab kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)
4). Ijab dari pihak penjual, kabul dari pihak pembeli
Sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Hasyiah al Baijuri, juz I hal. 338
Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka hukum dari jual beli adalah halal atau boleh
3. Syarat dan Rukun Jual Beli a. Syarat jual beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi jual beli
1). Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (akid) adalah a) Baligh
b) Berakal
c) Ruṣdu (memiliki kemampuan untuk bisa melaksanakan urusan agama dan mengelola keuangan dengan baik)
d) Suka sama suka, yakni atas kehendak sendiri, tanpa ada paksaan dari orang lain : Rasulullah Saw. bersabda:
2). Syarat Barang yang diperjualbelikan atau Objek jual beli (Ma’qud alaih)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dalam kekuasaaan penjual dan pembeli d) Dapat diserah terimakan
e) Barangnya, kadar dan sifat harus diketahui oleh penjual dan pembeli
3). Syarat ucapan serah terima (ijab dan kabul)
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain sebagainya.
Ijab adalah ucapan penjual kepada pembeli sedangkan kabul adalah ucapan penerimaan dari pembeli. Praktik ijab kabul pada saat ini dapat juga dilakukan dengan bentuk tulisan, seperti menggunakan kuitansi, faktur dan lain sebagainya.
4). Syarat alat transaksi jual beli
Alat transaksi jual beli haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum penggunannya.
b. Rukun jual beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan transaksi jual beli
Rukun jual beli ada 3
1). Aqid (pihak yang bertransaksi)
2). Ma’qud alaih mencakup barang yang dijual dan harganya
3). Sighat ijab kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)
4). Ijab dari pihak penjual, kabul dari pihak pembeli
Sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Hasyiah al Baijuri, juz I hal. 338
Rukun jual beli ada tiga : Akid (pihak yang bertransaksi), Ma’qud alaih (barang yang dijual belikan) dan ucapan ijab kabul
4. Macam-macam jual beli
1. Bai’ ṣohihah
Yaitu akad jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunya
2. Bai’ fasidah
yaitu akad jual beli yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh syarat dan rukunya
a. Macam-macam bai’ṣohihah
1). Jual beli barang yang terlihat secara jelas dan ada ditempat terjadinya transaksi
2). Jual beli barang pesanan yang, lazim dikenal dengan istilah dengan akad salam
3). Jual beli mas atau perak, baik sejenis atau tidak(bai’ sharf)
4). Jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan ditambah keuntungan (bai’ Mu- rabahah)
5). Jual beli barang secara kerja sama atau serikat (bai’ Isyrak)
6). Jual beli barang dengan cara penjual memberi diskon kepada pembeli (bai’ muhaṭah)
7). Jual beli barang dengan harga pokok, tanpa ada keuntungan (bai’ tauliyah)
8). Jual beli hewan dengan hewan (bai’ muqabaḍah)
9). Jual beli barang dengan syarat khiyar, yaitu perjanjian yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, untuk mengembalikan barang yang diperjual belikan, jika tidak ada kecocokan didalam masa yang telah disepakati oleh keduanya.
10). Jual beli barang dengan syarat tidak ada cacat (bai’ bisyarti al baro’ah min al ‘aib)
b. Macam-macam bai’ fasidah (terlarang)
Jual beli yang terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli yaitu:
1). Jual beli sistem Ijon
Maksud jual beli system ijon adalah jual beli hasil tanaman yang masih belum nyata buahnya, belum ada isinya, belum ada buahnya, seperti jual beli padi masih muda, jual beli mangga masih berujud bunga. Semua itu kemungkinan bisa rusak masih besar, yang akan dapat merugikan kedua belah pihak. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Ibnu Umar Nabi Muhammad Saw. telah melarang jual beli buah-buahan sehingga nyata baiknya buah itu (pantas untuk diambil dan dipetik buahnya)”, (HR. Bukhori dan Muslim)
2). Jual beli barang haram
Jual beli barang yang diharamkan hukumnya tidak sah dan dilarang serta karena haram hukumnya. Seperti jual beli minuman keras (khamr), bangkai, darah, daging babi, patung berhala dan sebagainya.
3). Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui kadarnya dan tidak dapat diterima wujudnya. Rasulullah Saw. bersabda:
“Rasulullah Saw. telah melarang jual beli kelebihan air (sperma)” (HR. Muslim)
4). Jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya
Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup atau mati. Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya”(HR. Bukhori dan Muslim)
5). Jual beli barang yang belum dimiliki
Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima dan masih berada di tangan penjual pertama. Rasulullah Saw. bersabda:
“Nabi Muhammad Saw. telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli, sehingga engkau menerima (memegang) barang itu “(HR. Ahmad dan Baihaqi).
6). Jual beli barang yang belum jelas
Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi Muhammad Saw. dari
Ibnu Umar Ra. :
“Nabi Muhammad Saw. telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya” (HR. Muttafaq Alaih).
5. Jual beli yang Sah Hukumnya, tetapi Dilarang AgamaJual beli ini hukumnya sah, tetapi dilarang oleh agama karena adanya suatu sebab atau akibat dari perbuatan tersebut, yaitu:
a. Jual beli pada saat Khutbah dan shalat jum’at
Larangan melakukan kegiatan jual beli pada saat khutbah dan shalat jum’at ini tentu bagi laki- laki muslim, karena pada waktu itu setiap muslim laki-laki wajib melaksanakan shalat jum’at.
Allah Swt. berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan shalat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S. al-Jum’ah: 9)
b. Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum sampai pasar
Jual beli seperti ini, penjual tidak mengetahui harga pasar yang sebenarnya, dengan tujuan barang akan dibeli dengan harga yang serendah-rendahnya, selanjutnya akan dijual di pasar dengan harga setinggi-tingginya. Rasulullah Saw. bersabda:
“janganlah kamu menghambat orang-orang yang akan ke pasar” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Jual beli dengan niat menimbun barang
Jual beli ini tidak terpuji, oleh karena itu dilarang, karena pada saat orang banyak membutuhkan justru ia menimbun dan akan dijual dengan harga setinggi-tingginya pada saat barang-barang yang ia timbun langka. Rasulullah Saw. bersabda:
“Rasulullah Saw. telah bersabda tidaklah akan menimbun barang kecuali orang-orang yang durhaka” (HR. Muslim)
d. Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan
Contoh jual beli mengurangi ukuran dan timbangan adalah apabila ia bermaksud menipu, ia menjual minyak tanah dengan mengatakan satu liter ternyata tidak ada satu liter, menjual beras 1 kg, ternyata setelah ditimbang hanya 8 ons dan sebagainya.
e. Jual beli dengan cara mengecoh
Jual beli ini termasuk menipu sehingga dilarang, misalnya penjual mangga meletakkan mangga yang bagus-bagus di atas onggokan, sedangkan yang jelek-jelek ditempatkan di bawah onggokan. Sabda Nabi Muhammad Saw. :
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).
f. Jual beli barang yang masih dalam tawaran orang lain
Apabila masih terjadi tawar menawar antara penjual dan pembeli hendaknya penjual tidak menjual kepada orang lain, sebaliknya apabila seseorang akan membeli sesuatu barang maka hendaknya tidak ikut membeli sesuatu barang yang sedang ditawar oleh orang lain, kecuali sudah tidak ada kepastian dari orang tersebut atau sudah membatalkan jual belinya. Sabda Nabi Muhammad Saw. :
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).
4. Macam-macam jual beli
1. Bai’ ṣohihah
Yaitu akad jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunya
2. Bai’ fasidah
yaitu akad jual beli yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh syarat dan rukunya
a. Macam-macam bai’ṣohihah
1). Jual beli barang yang terlihat secara jelas dan ada ditempat terjadinya transaksi
2). Jual beli barang pesanan yang, lazim dikenal dengan istilah dengan akad salam
3). Jual beli mas atau perak, baik sejenis atau tidak(bai’ sharf)
4). Jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan ditambah keuntungan (bai’ Mu- rabahah)
5). Jual beli barang secara kerja sama atau serikat (bai’ Isyrak)
6). Jual beli barang dengan cara penjual memberi diskon kepada pembeli (bai’ muhaṭah)
7). Jual beli barang dengan harga pokok, tanpa ada keuntungan (bai’ tauliyah)
8). Jual beli hewan dengan hewan (bai’ muqabaḍah)
9). Jual beli barang dengan syarat khiyar, yaitu perjanjian yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, untuk mengembalikan barang yang diperjual belikan, jika tidak ada kecocokan didalam masa yang telah disepakati oleh keduanya.
10). Jual beli barang dengan syarat tidak ada cacat (bai’ bisyarti al baro’ah min al ‘aib)
b. Macam-macam bai’ fasidah (terlarang)
Jual beli yang terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli yaitu:
1). Jual beli sistem Ijon
Maksud jual beli system ijon adalah jual beli hasil tanaman yang masih belum nyata buahnya, belum ada isinya, belum ada buahnya, seperti jual beli padi masih muda, jual beli mangga masih berujud bunga. Semua itu kemungkinan bisa rusak masih besar, yang akan dapat merugikan kedua belah pihak. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Ibnu Umar Nabi Muhammad Saw. telah melarang jual beli buah-buahan sehingga nyata baiknya buah itu (pantas untuk diambil dan dipetik buahnya)”, (HR. Bukhori dan Muslim)
2). Jual beli barang haram
Jual beli barang yang diharamkan hukumnya tidak sah dan dilarang serta karena haram hukumnya. Seperti jual beli minuman keras (khamr), bangkai, darah, daging babi, patung berhala dan sebagainya.
3). Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui kadarnya dan tidak dapat diterima wujudnya. Rasulullah Saw. bersabda:
“Rasulullah Saw. telah melarang jual beli kelebihan air (sperma)” (HR. Muslim)
4). Jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya
Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup atau mati. Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya”(HR. Bukhori dan Muslim)
5). Jual beli barang yang belum dimiliki
Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima dan masih berada di tangan penjual pertama. Rasulullah Saw. bersabda:
“Nabi Muhammad Saw. telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu yang baru saja engkau beli, sehingga engkau menerima (memegang) barang itu “(HR. Ahmad dan Baihaqi).
6). Jual beli barang yang belum jelas
Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi Muhammad Saw. dari
Ibnu Umar Ra. :
“Nabi Muhammad Saw. telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya” (HR. Muttafaq Alaih).
5. Jual beli yang Sah Hukumnya, tetapi Dilarang AgamaJual beli ini hukumnya sah, tetapi dilarang oleh agama karena adanya suatu sebab atau akibat dari perbuatan tersebut, yaitu:
a. Jual beli pada saat Khutbah dan shalat jum’at
Larangan melakukan kegiatan jual beli pada saat khutbah dan shalat jum’at ini tentu bagi laki- laki muslim, karena pada waktu itu setiap muslim laki-laki wajib melaksanakan shalat jum’at.
Allah Swt. berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan shalat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S. al-Jum’ah: 9)
b. Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum sampai pasar
Jual beli seperti ini, penjual tidak mengetahui harga pasar yang sebenarnya, dengan tujuan barang akan dibeli dengan harga yang serendah-rendahnya, selanjutnya akan dijual di pasar dengan harga setinggi-tingginya. Rasulullah Saw. bersabda:
“janganlah kamu menghambat orang-orang yang akan ke pasar” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Jual beli dengan niat menimbun barang
Jual beli ini tidak terpuji, oleh karena itu dilarang, karena pada saat orang banyak membutuhkan justru ia menimbun dan akan dijual dengan harga setinggi-tingginya pada saat barang-barang yang ia timbun langka. Rasulullah Saw. bersabda:
“Rasulullah Saw. telah bersabda tidaklah akan menimbun barang kecuali orang-orang yang durhaka” (HR. Muslim)
d. Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan
Contoh jual beli mengurangi ukuran dan timbangan adalah apabila ia bermaksud menipu, ia menjual minyak tanah dengan mengatakan satu liter ternyata tidak ada satu liter, menjual beras 1 kg, ternyata setelah ditimbang hanya 8 ons dan sebagainya.
e. Jual beli dengan cara mengecoh
Jual beli ini termasuk menipu sehingga dilarang, misalnya penjual mangga meletakkan mangga yang bagus-bagus di atas onggokan, sedangkan yang jelek-jelek ditempatkan di bawah onggokan. Sabda Nabi Muhammad Saw. :
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).
f. Jual beli barang yang masih dalam tawaran orang lain
Apabila masih terjadi tawar menawar antara penjual dan pembeli hendaknya penjual tidak menjual kepada orang lain, sebaliknya apabila seseorang akan membeli sesuatu barang maka hendaknya tidak ikut membeli sesuatu barang yang sedang ditawar oleh orang lain, kecuali sudah tidak ada kepastian dari orang tersebut atau sudah membatalkan jual belinya. Sabda Nabi Muhammad Saw. :
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).