Pengertian, Hukum, Rukun dan Syarat Upah-Mengupah

https://pendidikanagamaislamdanbp.blogspot.com/
Pengertian, Hukum, Rukun dan Syarat Upah-Mengupah
1. Pengertian upah
Upah dalam bahasa Arab disebut dengan Ujrah. Upah dalam hukum agama adalah pemberian sesuatu sebagai imbalan dari jerih payah seseorang dalam bentuk imbalan di dunia dan dalam bentuk imbalan di akhirat. Berbeda sekali pengertian upah dalam istilah barat, yaitu Gaji biasa atau minimum yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, oleh pengusaha kepada pekerja hanya dalam kaitan dengan hubungan kerja, tidak mempunyai keterkaitan erat antara upah dengan moral, dan tidak memiliki dimensi dunia dan akhirat.
Upah yang diberikan hendaknya berdasarkan tingkat kebutuhan dan taraf kesejahteraan masyarakat setempat.
Hadits Nabi Muhammad Saw. :
“Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa agama Islam itu sangat memperhatikan hak pekerja atau buruh. Pembahasan masalah upah ini, meliputi pengertian upah, hukum upah, rukun dan syarat upah, keutamaan membayar upah, hikmah upah. Pada masa khalifah Umar R.a. gaji pegawai disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

2. Hukum Upah
Pemberian upah hukumnya mubah, tetapi bila hal itu sudah menyangkut hak seseorang sebagai mata pencaharian berarti wajib. Sebagai karyawan/pegawai adalah pemegang amanah majikan/ pemilik perusahaan, maka ia wajib untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

Allah Swt. Berfirman :
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. (Q.S. Al baqarah: 233)

Sabda Nabi Muhammad Saw. :
”Hadist dari Ibnu Thawus dari ayanya dari Ibnu Abbas r.a dia berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar upahnya”. (H.R. Bukhari)

Upah merupakan hak pekerja yang harus dibayarkan sesuai dengan jenis pekerjaannya. Menunda- nunda pembayaran upah tidak dibenarkan dalam ajaran Islam, sebab termasuk perbuatan aniaya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:
“Tiga orang (tiga golongan) yang aku musuhi nanti pada hari kiamat, yaitu (1) orang yang memberi kepadaku kemudian menarik kembali, (2) orang yang menjual orang merdeka kemudian makan harganya (3) orang yang mengupahkan dan telah selesai, tetapi tidak memberikan upahnya.” (HR. Bukhari)
Baca juga: Keliru Ketika Mendoakan Pengantin : Semoga "SAMAWA"?
3. Rukun dan Syarat Upah-Mengupah
a. Pengupah dan pihak pekerja (Mu’jir dan Musta’jir), syaratnya
1). Berakal dan mummayiz, namun tidak disyaratkan baligh. Maka tidak dibenarkan mempekerjakan orang gila, anak-anak yang belum mumayiz dan tidak berakal
2). Ada kerelaan dari keduanya. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah
3). Cakap atau kompeten (memliki kemampuan)

b. Ṣigat (Ijab Qabul)
Adanya kesepakatan kedua belah pihak antara pengupah dan pekerja (kontrak).

c. Upah atau Imbalan
Yaitu uang atau lainnya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu. Pembayaran upah ini boleh berupa uang dan boleh berupa benda, dan diisyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, sesuai dengan perjanjian.

d. Adanya Kemanfaatan
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang jelas seperti mengerjakan pekerjaan proyek, membajak Saw.ah dan sebagainya. Sebelum melakukan sebuah akad ijarah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ijarah harus diketahui secara jelas agar terhindar dari perselisihan dikemudian hari baik jenis, sifat barang yang akan disewakan ataupun pekerjaan yang akan dilakukan
Baca juga: Pengertian, Hukum dan Ketentuan Utang Piutang
4. Keutamaan Membayar Upah
Secara umum, pemberian/penyerahan upah dilakukan seketika pekerjaan itu selesai. Sama halnya dengan jual beli yang pembayarannya pada waktu itu juga, tetapi pada waktu membuat surat perjanjian boleh dibicarakan dan diputuskan untuk mendahulukan pembayaran upah atau mengakhirkannya. Jadi pembayaran upah itu disesuaikan dengan bunyi surat perjanjian pada saat akan melaksanakan akad upah mengupah.

Namun demikian, memberikan upah lebih dahulu adalah lebih baik, dalam rangka membina saling pengertian percaya mempercayai. Lebih-lebih apabila upah mengupah itu antara majikan dan karyawan yang pada umumnya sangat memerlukan uang untuk kebutuhan biaya makan keluarga dan dirinya sehari-hari. Yang paling penting adalah agar kedua belah pihak mematuhi perjanjian yang telah disetujui dan ditanda tangani bersama. Karyawan atau buruh hendaknya mematuhi ketentuan dalam perjanjian, baik perjanjian itu tertulis atau perjanjian lisan. Majikan wajib pula memberikan upah sebagaimana yang telah ditentukan. Hadits Nabi Muhammad Saw. :
“Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Baca juga: Tahun 2019 Hingga 2022 Adalah Kemarau Akhir Zaman, Benarkah ? Simak Penjelasannya
5. Hikmah Disyariatkan Upah
Tujuan dibolehkan ujrah pada dasarnya adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Namun itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Adapun hikmah diadakannya ujrah antara lain:
a. Membina ketentraman dan kebahagiaan
Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerja sama antara mu’jir dan mus’tajir. Sehingga akan menciptakan kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang yang memakai jasa, maka yang memberi jasa dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Apabila kebutuhan hidup terpenuhi maka musta’jir tidak lagi resah ketika hendak beribadah kepada Allah.
Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdampak positif terhadap masyarakat terutama dibidang ekonomi, karena masyarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan aman.
Baca juga: Pengertian, Hukum, Syarat dan Rukun Pinjam Meminjam
b. Memenuhi nafkah keluarga
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah kepada keluarganya, yang meliputi istri, anak-anak dan tanggung jawab lainnya. Dengan adanya upah yang diterima musta’jir maka kewajiban tersebut dapat dipenuhi. Allah Swt. berfirman:
”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. (al-Baqarah: 233)

c. Memenuhi hajat hidup masyarakat
Dengan adanya transaksi ijarah khususnya tentang pemakaian jasa, maka akan mampu memenuhi hajat hidup masyarkat baik yang ikut bekerja maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ujrah merupakan akad yang mempunyai unsur tolong menolong antar sesama.

d. Menolak kemungkaran
Di antara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran yang kemungkinan besar akan dilakukan oleh yang menganggur. Pada intinya hikmah ijarah yaitu untuk memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Multiplex pai bawah