Nilai Keadilan Dalam Waris
Nilai Keadilan Dalam Waris |
Fikih - Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syariat yang sudah jelas tertuang dalam al-Quran adalah hal yang wajib, termasuk di dalamnya adalah soal pembagian waris. Islam mengatur persoalan waris ini sangat adil, tidak seperti dalam aturan-aturan waris pada umat-umat agama yang dahulu. Di antara kebaikan dan keadilan aturan waris dalam Islam yang pertama, wasiat itu tidak boleh lebih dari satu per tiga harta peninggalan, dengan maksud supaya tidak merugikan ahli waris yang lain, kedua tidak mengistimewakan kepada salah satu macam pewaris saja, ketiga tidak menutup bagian untuk anak-anak yang belum dewasa dan perempuan untuk menerima harta peninggalan dan kebaikan aturan yang lainnya.
1. Pengertian Waris dan Dasar Hukumnya
1. Pengertian Waris dan Dasar Hukumnya
Kata waris dalam bahasa Arab disebut faraiḍ yang artinya bagian yang telah dipastikan kadarnya. Kata faridhoh menurut bahasa mempunyai banyak arti antara lain : takdir (suatu ketentuan), qaṭ’u (ketetapan yang pasti), inzal (menurunkan), tabyin (penjelasan) dan iḥlal (menghalalkan).
Allah Swt berfiman dalam Q.S an- Nisa ayat 11:
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu- bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudar.a. maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Nabi Mumahammad bersabda yang artinya : “Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (al-Quran).” (H.R Muslim dan Abu Dawud)
Dari dalil al-Quran dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa pembagian harta waris itu harus mengacu pada aturan agama.
Rosullullah Saw. memerintahkan belajar dan mengajarkan ilmu waris (faraiḍ) agar tidak terjadi perselisihan dalam membagikan harta warisan, disebabkan tidak adanya ahli ulama faraiḍ sebagaimana sabdanya yang artinya: “Pelajarilah Al-Quran dan ajarkannya kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu faraiḍ serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang snggup memfatwakannya kepada mereka.” (HR. Ahmad, an-Nasai dan ad-Daruquthny)
Perintah Rasullullah Saw. tersebut merupakan perintah wajib atau fardu, hanya saja kewajiban belajar dan mengajarkannya itu akan gugur bila sudah ada sebagian orang yang telah melaksanakannya. Tetapi jika tidak ada seorangpun yang mau belajar seluruh umat Islam semuanya akan menanggung dosa.
2. Harta warisan
Sebelum harta warisan dibagikan, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan si mayit, antara lain sebagai berikut:
Allah Swt berfiman dalam Q.S an- Nisa ayat 11:
Nabi Mumahammad bersabda yang artinya : “Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (al-Quran).” (H.R Muslim dan Abu Dawud)
Dari dalil al-Quran dan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa pembagian harta waris itu harus mengacu pada aturan agama.
Rosullullah Saw. memerintahkan belajar dan mengajarkan ilmu waris (faraiḍ) agar tidak terjadi perselisihan dalam membagikan harta warisan, disebabkan tidak adanya ahli ulama faraiḍ sebagaimana sabdanya yang artinya: “Pelajarilah Al-Quran dan ajarkannya kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu faraiḍ serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang snggup memfatwakannya kepada mereka.” (HR. Ahmad, an-Nasai dan ad-Daruquthny)
Perintah Rasullullah Saw. tersebut merupakan perintah wajib atau fardu, hanya saja kewajiban belajar dan mengajarkannya itu akan gugur bila sudah ada sebagian orang yang telah melaksanakannya. Tetapi jika tidak ada seorangpun yang mau belajar seluruh umat Islam semuanya akan menanggung dosa.
2. Harta warisan
Sebelum harta warisan dibagikan, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan si mayit, antara lain sebagai berikut:
- Biaya perawatan jenazah, meliputi biaya gali kubur, pembelian kain kafan, pengangkutan dan juga termasuk sewa kuburan bagi yang tinggal di kota besar.
- Melunasi hutang piutangnya, seorang muslim yang masih mempunyai tanggungan hutang sampai ia meninggal, maka ahli waris wajib menyelesaikan hutangnya dengan harta peninggalan. Jika tidak memiliki harta, tetap merupakan kewajiban ahli waris.
- Melaksanakan wasiat, yang dimaksud dengan wasiat adalah pesan tentang sesuatu kebaikan untuk dilaksanakan. Wasiat harus diselesaikan sebelum pembagian warisan dan besarnya wasiat tidak boleh lebih dari 1/3 harta waris.
- Membagi harta waris kepada yang berhak, setelah semua urusan di atas diselesaikan, jika masih tersisa harta waris, maka pembagian harta waris tersebut harus di atur menurut faraiḍ (hukum waris) dengan penuh persaudaraan dan bijaksana. Jika ahli waris sudah dewasa hendaknya diselesaikan pembagiannya sampai tuntas. Jika ada yang masih kecil, maka harta tersebut dikuasakan kepada orang yang sudah dewasa dan amanah.
3. Sebab-sebab menerima atau tidak menerima harta warisan
a. Sebab-sebab menerima harta warisan
1). Hubungan keturunan, seperti anak, cucu, bapak, ibu dan sebagainya
2). Hubungan perkawinan, yaitu suami atau isteri
3). Hubungan pemerdekaan budak
4). Hubungan agama.
b. Sebab-sebab tidak menerima harta warisan
1). Membunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak menerima warisan dari orang yang dibunuhnya itu.
2). Perbedaan Agama
3). Murtad
4). Perbudakan
4. Penggolongan Ahli Waris
a. Ahli Waris laki-laki berjumlah 15 macam, yaitu :
1). Anak laki-laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3). Bapak
4). Kakek dari bapak dan seterusnya ke atas
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki sebapak
7). Saudara laki-laki seibu
8). Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10). Paman sekandung
11). Paman sebapak
12). Anak laki-laki paman sekandung
13). Anak laki-laki paman sebapak
14). Suami
15). Orang laki-laki yang memerdekakan mayat
Catatan : Jika ahli waris laki-laki ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah Bapak, anak laki-laki dan suami
b. Ahli waris perempuan berjumlah 10 macam, yaitu :
1). Anak perempuan
2). Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3). Ibu
4). Ibu dari bapak
5). Ibu dari ibu
6). Saudara perempuan sekandung
7). Saudara perempuan sebapak
8). Saudara perempuan seibu
9). Isteri
10). Orang perempuan yang memerdekakan mayat
Catatan : Jika ahli waris perempuan ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah : Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu, Isteri dan Saudara perempuan sekandung.
c. Jika ahli waris laki-laki dan perempuan ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah Bapak, Ibu, Anak laki-laki, Anak perempuan, dan suami atau isteri
d. Pembagian dalam harta warisan terdiri ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3, dan aṣabah
5. Tujuan dan Hikmah Pembagian Warisan
Setiap aturan yang ditetapkan Allah Swt. pastilah mempunyai hikmah dan itu merupakan kemaslahatan manusia sendiri. Syari’at waris diturunkan untuk memberikan pengaturan bagi manusia dan memberikan rasa adil. Di antara tujuan dan hikmah waris adalah:
Adapun tentang perbedaan bagian waris untuk laki-laki dan perempuan, yang sebagian orang menganggap sebagai suatu ketidak adilan. Hal itu karena beberapa sistem yang diatur oleh syariat, yaitu:
a. Sebab-sebab menerima harta warisan
1). Hubungan keturunan, seperti anak, cucu, bapak, ibu dan sebagainya
2). Hubungan perkawinan, yaitu suami atau isteri
3). Hubungan pemerdekaan budak
4). Hubungan agama.
b. Sebab-sebab tidak menerima harta warisan
1). Membunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak menerima warisan dari orang yang dibunuhnya itu.
2). Perbedaan Agama
3). Murtad
4). Perbudakan
4. Penggolongan Ahli Waris
a. Ahli Waris laki-laki berjumlah 15 macam, yaitu :
1). Anak laki-laki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3). Bapak
4). Kakek dari bapak dan seterusnya ke atas
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki sebapak
7). Saudara laki-laki seibu
8). Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10). Paman sekandung
11). Paman sebapak
12). Anak laki-laki paman sekandung
13). Anak laki-laki paman sebapak
14). Suami
15). Orang laki-laki yang memerdekakan mayat
Catatan : Jika ahli waris laki-laki ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah Bapak, anak laki-laki dan suami
b. Ahli waris perempuan berjumlah 10 macam, yaitu :
1). Anak perempuan
2). Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3). Ibu
4). Ibu dari bapak
5). Ibu dari ibu
6). Saudara perempuan sekandung
7). Saudara perempuan sebapak
8). Saudara perempuan seibu
9). Isteri
10). Orang perempuan yang memerdekakan mayat
Catatan : Jika ahli waris perempuan ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah : Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu, Isteri dan Saudara perempuan sekandung.
c. Jika ahli waris laki-laki dan perempuan ada semuanya, maka yang berhak menerima warisan adalah Bapak, Ibu, Anak laki-laki, Anak perempuan, dan suami atau isteri
d. Pembagian dalam harta warisan terdiri ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, 2/3, dan aṣabah
5. Tujuan dan Hikmah Pembagian Warisan
Setiap aturan yang ditetapkan Allah Swt. pastilah mempunyai hikmah dan itu merupakan kemaslahatan manusia sendiri. Syari’at waris diturunkan untuk memberikan pengaturan bagi manusia dan memberikan rasa adil. Di antara tujuan dan hikmah waris adalah:
- Kewajiban dan hak keluarga mayit teratur dan dihormati. Kewajiban untuk mengurus hak-hak ada si mayit : mengurus jenazah, melaksanakan wasiat dan menyelesaikan utang piutang serta hak keluarga mayit yakni menerima harta warisan.
- Menghindari perselisihan antar ahli waris atau keluargamayit yang ditinggalkan. Menjaga silaturahmi keluarga dari ancaman perpecahanyang disebabkan harta warisan serta memberikan rasa aman dan adil.
- Terjaganya harta warisan hingga sampai kepada individuyang berhak menerima harta warisan.
Adapun tentang perbedaan bagian waris untuk laki-laki dan perempuan, yang sebagian orang menganggap sebagai suatu ketidak adilan. Hal itu karena beberapa sistem yang diatur oleh syariat, yaitu:
- Kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dan keperluannya, dan dalam hal nafkahnya kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara laki-lakinya, anaknya, atau siapa saja yang mampu di antara kaum laki-laki kerabatnya.
- Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapapun di dunia ini. Sebaliknya, kaum lelakilah yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya.
- Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh lebih besar dan banyak dibandingkan kaum wanita.
- Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniai anak, ia berkewajiban untuk memberinya sandang, pangan, dan papan.
- Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki. Sementara kaum wanita tidaklah demikian.