Menciptakan Kegiatan Mengaji yang Menyenangkan Bagi Anak
Menciptakan Kegiatan Mengaji yang Menyenangkan Bagi Anak |
pendidikanagamaislamdanbp.blogspot.com - Hewan apa yang yang paling di sukai Nabi Sulaiman AS ?.... “Saya tahu! Saya Tahu!..” “Saya tahu Bu Guru!” teriak Mely juga sambil mengangkat tangan penuh semangat. “Iya, apa coba tebak jawabannya?” jawab Bu Guru. “Kucing, Bu” jawab Mely. “Iya, betul. Hewan yang paling disukai Nabi Sulaiman AS adalah ku-cing.
Selanjutnya coba tebak ada berapa kata yang menunjukkan sifat terpuji yang ada di dalam teks itu?” Keadaan hening sejenak. Anak-anak fokus membaca teks, mencari, dan menghitung kata sifat terpuji. “Saya sudah selesai Bu” kata Malva sambil mengangkat tulisannya. “Ada berapa, Dek Malva?” “Ada lima” jawab Malva. “Enam, Bu” sahut Luna. “Bukan. Delapan Bu” kata Anin. “Lho kok beda-beda jawabannya. Coba ayo kira-kira siapa yang benar. Mari kita sebutkan bersama-sama ya” “rendah hati!” “Sabar!” “Jujur!” “Amanah!” “Em… Penyayang, Bu!” “Oke. Ada lagi? Kalau sudah tidak ada berarti jawabanya ada berapa?” “Lima! Ye, jawabanku benar!” teriak Malva begitu senang.
Barangkali jika kegiatan mengaji berbasis pada permainan setiap beberapa hari sekali pasti anak tidak merasa bosan untuk terus mengaji. Selama ini, yang membuat anak jenuh dengan kegiatan mengaji adalah kegiatan yang monoton dan tidak ada inovasi sehingga anak akan mencari kesenangan lain seperti bermain di luar, menonton televisi, atau bermain gawai. Bagi orang dewasa, kegiatan mengaji mungkin sudah berdasarkan kesadaran masing-masing.
Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang kerap jenuh mengaji dan memilih bermain. Agar kegiatan mengaji ini melekat dalam diri anak sejak kecil dan tidak merasa bosan, maka orang tua atau guru dapat menciptakan kegiatan mengaji yang menyenangkan.
Bagaimana caranya? Tentu ada beberapa cara yang dapat dilakukan baik oleh orang tua maupun guru.
1. Pembelajaran Kontekstual al-Qur’anSeringkali orang tua melakukan kesalahan saat mengajari membaca al-qur’an adalah terlalu fokus pada jumlah ayat. Misalnya, berapa banyak ayat yang harus dibaca dan dihabiskan. Padahal dalam perkembangan anak, terutama pada rentang usia di bawah tujuh tahun belum bisa dipaksa untuk melakukan kegiatan seperti mengaji dan salat. Namun, hal yang harus diperhatikan adalah orang tua harus memberikan pengenalan dan pembiasaan untuk menananamkan imaji yang menyenangkan. Salah satu caranya agar anak betah mengaji adalah dengan menerpkan konsep pembelajaran kontekstual. Maksudnya, menghubungkan kegiatan mengaji dengan kegiatan sehari-hari anak. atau bisa juga dengan cara mendongeng agar timbul rasa penasaran di benak anak-anak. Misalnya, surat al-Falaq yang menceritakan saat subuh. Di sini, kita bisa mengungkapkan apa yang terkandung dalam al-qur’an dengan waktu subuh. Jadikan al-qur’an bukan hanya sekadar untuk dibaca namun juga panduan kisah.
2. Pembelajaran Berbasis Literasi
Maksudnya adalah kegiatan mengaji ini diarahkan bukan hanya membaca iqra ataupun al-qur’an namun membaca setengah sampai selembar teks yang berisi pengetahuan umum ataupun pengetahuan agama. Misalnya, selembar teks yang berisi tentang “Lima Amalan Yang Dapat Membuat Kita Masuk Surga” Di sini anak diminta untuk duduk melingkar dan membacanya maksimal selama lima belas menit. Setelah itu, teks di tutup dan anak diberikan pertanyaan mulai dari pertanyaan yang ada di dalam teks ataupun diluar teks. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya piker dan analisis anak terhadap sesuatu. Misal, saat anak diberikan pertanyaan seputar teks maka sesungguhnya dalam perkembangan membaca-kognitif anak baru sebatas recall atau mengungkap kembali pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Namun, saat anak diberikan pertanyaan diluar teks dan ia berhasil menjawab, maka tahapan membaca-kognitif anak sudah sampai pada creat-thingking atau menciptakan sesuatu yang baru dari buah pemikirannya. Saat anak sudah sampai berpikir pada tahap creat-thinking ini maka sebenarnya anak sedang dilatih daya pikiran untuk mengarah pada high order thingking skill (HOTS) atau berpikir tingkat tinggi. Agar pembelajaran berbasis literasi ini semakin seru maka kita dapat membuat sistem poinisasi, dimana semakin anak dapat menjawab pertanyaan maka semakin banyak poin yang terkumpul. Saat anak sudah mampu mengumpulkan poin dengan jumlah tertentu maka poin tersebut berhak untuk ditukar dengan hadiah. Dari sini, maka gairah anak untuk mengaji akan selalu membara.
3. Orang Tua Membaca - Anak Mengikuti
Cara ketiga adalah orang tua membaca al-qur’an dan anak mengikuti. Mengapa cara ini perlu dilakukan sebab pada usia-usia seperti itu, anak menganggap al-qur’an adalah bahasa asing. Dimana secara kognitif anak, bahasa harus diterjemahkan sebanyak dua kali. Dalam cara yang ketiga ini, anak-anak dikondisikan untuk duduk di depan orang tua sembari menunjuk satu persatu huruf hijaiyah pada al-qur’an. Hal ini dilakukan untuk melatih anak-anak duduk rapi.
4. Ciptakan Suasana Mengaji yang MenarikMengingat cara pertama dan kedua ini memerlukan tempat, maka jangan lupa untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menarik. Di sini pernak-pernik atau furnitur bisa menjadi alternative daya tarik anak untuk betah duduk dan mengikuti kegiatan mengaji. Namun, tentu saja harus disesuaikan dengan karakter si anak. Misalnya, pemilihan meja dan kursi khusus mengaji yang memiliki warna menarik dan menjadi warna kesukaan anak. Meja dan kursi lebih fleksibel digunakan. Orang tua bisa menggunakan di manapun pada ruangan rumah yang hendak jadikan tempat mengaji. Jika memiliki mushola di rumah, kita bisa berkreasi dengan membuat majalah dinding yang berisikan huruf-huruf hijaiyah, karya-karya anak, atau poster-poster dari potongan doa disertai gambar yang menarik. Selain itu, ruang mushola juga bisa menjadi tempat yang menarik bagi anak, dengan memainankan warna cat dinding. Jika di rumah hanya memiliki ruang terbatas, kita bisa membuat tempat mengaji dengan tematik tertentu. Misalnya, tema alam. Maka kita dapat memanfaatkan tanah lapang yang luas di dekat rumah untuk dijadikan tempat mengaji yang asyik dan menyejukkan.
Dari keempat cara ini maka sesungguhnya jika kita memikirkan betul apa yang harus dilakukan agar anak tidak bosan untuk mengaji pasti akan selalu ada solusi yang bisa dicari. Sayangnya, selama ini kita itu terlalu asyik dengan kebiasaan yang sudah berjalan sehingga terasa malas untuk memikirkan hal-hal yang lain. Padahal saat kita memikirkannya, ide akan selalu bermunculan. Selama ini ide itu mati karena kita sendiri tidak pernah memikirkan.
Kempat cara ini jika dilakukan di lingkungan kita maka selain tercipta kegiatan mengaji yang meyenangkan juga tercipta lingkungan yang dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak mulai dari meningkatnya perkembangan kognitif, afektif, hingga psikomotorik anak.
Selanjutnya coba tebak ada berapa kata yang menunjukkan sifat terpuji yang ada di dalam teks itu?” Keadaan hening sejenak. Anak-anak fokus membaca teks, mencari, dan menghitung kata sifat terpuji. “Saya sudah selesai Bu” kata Malva sambil mengangkat tulisannya. “Ada berapa, Dek Malva?” “Ada lima” jawab Malva. “Enam, Bu” sahut Luna. “Bukan. Delapan Bu” kata Anin. “Lho kok beda-beda jawabannya. Coba ayo kira-kira siapa yang benar. Mari kita sebutkan bersama-sama ya” “rendah hati!” “Sabar!” “Jujur!” “Amanah!” “Em… Penyayang, Bu!” “Oke. Ada lagi? Kalau sudah tidak ada berarti jawabanya ada berapa?” “Lima! Ye, jawabanku benar!” teriak Malva begitu senang.
Barangkali jika kegiatan mengaji berbasis pada permainan setiap beberapa hari sekali pasti anak tidak merasa bosan untuk terus mengaji. Selama ini, yang membuat anak jenuh dengan kegiatan mengaji adalah kegiatan yang monoton dan tidak ada inovasi sehingga anak akan mencari kesenangan lain seperti bermain di luar, menonton televisi, atau bermain gawai. Bagi orang dewasa, kegiatan mengaji mungkin sudah berdasarkan kesadaran masing-masing.
Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang kerap jenuh mengaji dan memilih bermain. Agar kegiatan mengaji ini melekat dalam diri anak sejak kecil dan tidak merasa bosan, maka orang tua atau guru dapat menciptakan kegiatan mengaji yang menyenangkan.
Bagaimana caranya? Tentu ada beberapa cara yang dapat dilakukan baik oleh orang tua maupun guru.
1. Pembelajaran Kontekstual al-Qur’anSeringkali orang tua melakukan kesalahan saat mengajari membaca al-qur’an adalah terlalu fokus pada jumlah ayat. Misalnya, berapa banyak ayat yang harus dibaca dan dihabiskan. Padahal dalam perkembangan anak, terutama pada rentang usia di bawah tujuh tahun belum bisa dipaksa untuk melakukan kegiatan seperti mengaji dan salat. Namun, hal yang harus diperhatikan adalah orang tua harus memberikan pengenalan dan pembiasaan untuk menananamkan imaji yang menyenangkan. Salah satu caranya agar anak betah mengaji adalah dengan menerpkan konsep pembelajaran kontekstual. Maksudnya, menghubungkan kegiatan mengaji dengan kegiatan sehari-hari anak. atau bisa juga dengan cara mendongeng agar timbul rasa penasaran di benak anak-anak. Misalnya, surat al-Falaq yang menceritakan saat subuh. Di sini, kita bisa mengungkapkan apa yang terkandung dalam al-qur’an dengan waktu subuh. Jadikan al-qur’an bukan hanya sekadar untuk dibaca namun juga panduan kisah.
2. Pembelajaran Berbasis Literasi
Maksudnya adalah kegiatan mengaji ini diarahkan bukan hanya membaca iqra ataupun al-qur’an namun membaca setengah sampai selembar teks yang berisi pengetahuan umum ataupun pengetahuan agama. Misalnya, selembar teks yang berisi tentang “Lima Amalan Yang Dapat Membuat Kita Masuk Surga” Di sini anak diminta untuk duduk melingkar dan membacanya maksimal selama lima belas menit. Setelah itu, teks di tutup dan anak diberikan pertanyaan mulai dari pertanyaan yang ada di dalam teks ataupun diluar teks. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya piker dan analisis anak terhadap sesuatu. Misal, saat anak diberikan pertanyaan seputar teks maka sesungguhnya dalam perkembangan membaca-kognitif anak baru sebatas recall atau mengungkap kembali pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Namun, saat anak diberikan pertanyaan diluar teks dan ia berhasil menjawab, maka tahapan membaca-kognitif anak sudah sampai pada creat-thingking atau menciptakan sesuatu yang baru dari buah pemikirannya. Saat anak sudah sampai berpikir pada tahap creat-thinking ini maka sebenarnya anak sedang dilatih daya pikiran untuk mengarah pada high order thingking skill (HOTS) atau berpikir tingkat tinggi. Agar pembelajaran berbasis literasi ini semakin seru maka kita dapat membuat sistem poinisasi, dimana semakin anak dapat menjawab pertanyaan maka semakin banyak poin yang terkumpul. Saat anak sudah mampu mengumpulkan poin dengan jumlah tertentu maka poin tersebut berhak untuk ditukar dengan hadiah. Dari sini, maka gairah anak untuk mengaji akan selalu membara.
3. Orang Tua Membaca - Anak Mengikuti
Cara ketiga adalah orang tua membaca al-qur’an dan anak mengikuti. Mengapa cara ini perlu dilakukan sebab pada usia-usia seperti itu, anak menganggap al-qur’an adalah bahasa asing. Dimana secara kognitif anak, bahasa harus diterjemahkan sebanyak dua kali. Dalam cara yang ketiga ini, anak-anak dikondisikan untuk duduk di depan orang tua sembari menunjuk satu persatu huruf hijaiyah pada al-qur’an. Hal ini dilakukan untuk melatih anak-anak duduk rapi.
4. Ciptakan Suasana Mengaji yang MenarikMengingat cara pertama dan kedua ini memerlukan tempat, maka jangan lupa untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menarik. Di sini pernak-pernik atau furnitur bisa menjadi alternative daya tarik anak untuk betah duduk dan mengikuti kegiatan mengaji. Namun, tentu saja harus disesuaikan dengan karakter si anak. Misalnya, pemilihan meja dan kursi khusus mengaji yang memiliki warna menarik dan menjadi warna kesukaan anak. Meja dan kursi lebih fleksibel digunakan. Orang tua bisa menggunakan di manapun pada ruangan rumah yang hendak jadikan tempat mengaji. Jika memiliki mushola di rumah, kita bisa berkreasi dengan membuat majalah dinding yang berisikan huruf-huruf hijaiyah, karya-karya anak, atau poster-poster dari potongan doa disertai gambar yang menarik. Selain itu, ruang mushola juga bisa menjadi tempat yang menarik bagi anak, dengan memainankan warna cat dinding. Jika di rumah hanya memiliki ruang terbatas, kita bisa membuat tempat mengaji dengan tematik tertentu. Misalnya, tema alam. Maka kita dapat memanfaatkan tanah lapang yang luas di dekat rumah untuk dijadikan tempat mengaji yang asyik dan menyejukkan.
Dari keempat cara ini maka sesungguhnya jika kita memikirkan betul apa yang harus dilakukan agar anak tidak bosan untuk mengaji pasti akan selalu ada solusi yang bisa dicari. Sayangnya, selama ini kita itu terlalu asyik dengan kebiasaan yang sudah berjalan sehingga terasa malas untuk memikirkan hal-hal yang lain. Padahal saat kita memikirkannya, ide akan selalu bermunculan. Selama ini ide itu mati karena kita sendiri tidak pernah memikirkan.
Kempat cara ini jika dilakukan di lingkungan kita maka selain tercipta kegiatan mengaji yang meyenangkan juga tercipta lingkungan yang dapat meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak mulai dari meningkatnya perkembangan kognitif, afektif, hingga psikomotorik anak.